SALAM BAHARI SELAMAT DATANG DI BLOG LAKSANA SAMUDERA "BAHARU MINDA BAHARI" DIVISI DATA DAN INFORMASI YAYASAN LAKSANA SAMUDERA

Tuesday, December 11, 2007

Pengeboman Ikan Ancam Program Nasional Penyelamatan Terumbu Karang

Batam, 8 Desember 2007

Nelayan Butuh Dukungan Aparat dalam Pengawasan Terumbu Karang

Dalam menanggulangi dampak perubahan iklim, Pemerintah Indonesia mengupayakan penyelamatan terumbu karang dan perikanan di tingkat nasional dan internasional melalui KTT APEC (Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic Corporation) dan UNFCC (Konferensi PBB tentang perubahan iklim) mengusung CTI (Coral Triangle Iniciative).

CTI sering juga disebut Amazon of The Seas, karena koralnya yang kaya bak hutan Amazon di Brasil. CTI dinilai sebagai pusat kehidupan dan keanekaragaman biota laut dunia. Menurut penelitian The Nature Conservancy (TNC), sebuah LSM lingkungan internasional, CTI menyimpan harta karun berupa 600 spesies koral dan 3.000 jenis ikan serta komunitas hutan bakau terluas di dunia.
TNC memperkirakan khusus di kawasan Filipina dan Indonesia saja CTI mampu menyediakan keuntungan ekonomi mencapai US$ 1,6 milyar dan US$ 1,1 milyar per tahun. "Jadi, CTI ini sangat penting, merupakan ladang mata pencaharian lebih dari 120 juta orang di kawasan itu," kata Rili Djohani, Direktur Program TNC Wilayah Indonesia.

Telah sampaikan niat pemerintah di tingkat lokal ?. Bagaimana apresiasi masyarakat di Pulau-pulau kecil ?. Lalu apakah dukungan aparat penegak hukum di pulau-pulau kecil ?

Masyarakat khususnya mereka yang tinggal di pulau-pulau kecil mungkin terlalu jauh dari informasi dan isu perubahan iklim dan tetek bengeknya. Akan tetapi mereka tahu bahwa pengerusakan terumbu karang mengusir ikan dari wilayahnya. Tentu saja ini akan mempengaruhi kegiatan mata pencahariannya sebagai nelayan.
Pengetahuan lokal inilah yang mendorong nelayan untuk menjaga kawasan perairannya dari pengerusakan terumbu karang. Meningkatnya kesadaran Masyarakat tersebut diindikasikan dengan upaya pengawasan bersama terhadap kawasan pesisir dan lautnya.
Namun ketika masyarakat dan pemerintah memiliki kesamaan niat dalam perlindungan terumbu karang di daerahnya, terjadi pengeboman ikan di Batam tepatnya di Pulau Petong, Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang. Pengeboman terjadi 3 hari berturut-turut laut Pulau Petong kelurahan Pulau Abang Batam dan sekitarnya. Pengebom menurut masyarakat menggunakan mesin ganda berkekuatan 200 PK.
Tindakan ini merupakan tindakan provokasi, intimidasi dan teror kepada masyarakat khususnya nelayan d Pulau Petong. Insiden tersebut direspon oleh pengamat terumbu karang (reef watcher) dengan menginformasikan ini kepada tenaga lapangan yang selanjutnya memberikan dukungan dengan menginformasikan insiden ini ke LPSTK Pulau Petong dan Pulau Abang Kelurahan Pulau Abang (Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang).
Pengawas terumbu karang hanya dapat mengamati dan melaporkan kejadian di lapangan. Sehingga upaya pengawasan ini tidak mampu mencegah pengerusakan terumbu karang yang terjadi. Pengawas terumbu karang mengatakan bahwa telah menginformasikan insiden ini kepada polairud yang bertugas di Pos Kecamatan Galang. Akan tetapi tidak ada respon dalam bentuk tindakan nyata. Masyarakat bingung dengan kurangnya tanggapnya aparat pemerintah dalam mengatasi pengeboman ikan. Sampai informasi ini diturunkan belum diketahui berapa luas kerusakan dan dampak dari pengeboman ikan.
Sementara itu pada peraturan yang berlaku, dalam hal ini Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi, UU No 9/1985 tentang perikanan, sebenarnya jelas sanksi bagi pihak yang melakukan perusakan lingkungan hidup, yaitu mereka akan diancam pidana maksimum 10 tahun atau denda maksimum Rp 500 juta.
Namun, bila tindakannya sampai menyebabkan kematian orang lain, pidana penjara yang dikenakan maksimal 15 tahun atau denda maksimum Rp 750 juta.

Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 8 bukan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 24 Ayat 2 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. “Mereka bisa dikenai pasal 8 dengan ancaman hukuman penjara antara 6—10 tahun dan denda Rp 1,2—2 miliar karena dinilai telah merusak lingkungan dan mencuri ikan.
Semua peraturan ini tampaknya kurang disosialisasikan dan diindahkan. dree

2 comments:

Anonymous said...

uka

Anonymous said...

Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my site, it is about the CresceNet, I hope you enjoy. The address is http://www.provedorcrescenet.com . A hug.