SALAM BAHARI SELAMAT DATANG DI BLOG LAKSANA SAMUDERA "BAHARU MINDA BAHARI" DIVISI DATA DAN INFORMASI YAYASAN LAKSANA SAMUDERA

Sunday, September 23, 2007

Oase di Keringnya Laut Bantan

Bengkalis,Riau 24 September 2007
Komentar terhadap Berita Riau Pos,24 September 2007
Tentang nelayan jaring batu yang akan menerima uang ganti rugi akibat hilangnya mata pencaharian mereka :"Nelayan jaring batu teken pernyataan"

Nelayan jaring batu di daerah Rangsang dan Rangsang Barat saat ini boleh bernapas lega karena permintaan mereka atas kompensasi pelarangan jaring batu untuk beroperasi di daerah kawasan tangkap tradisi akan segera dinyatakan. Bagi nelayan jaring batu pelarangan itu sama dengan menjungkirkan periuk nasi mereka sehingga tidak ada lagi sumber pemasukan untuk memenuhi nafkah mereka atas rumah tangganya. Lebih tepatnya mereka terutama ABK jaring batu para pengusaha/tauke.
Jumlah ABK(anak buah kapal) jaring batu dengan komposisi 143 nelayan di Rangsang Barat dan 42 nelayan di rangsang jaring batu telah menandatangani surat pernyataan dan tanda terima. Jumlah itu, tidaklah sebanding dengan 2500 nelayan yang diklaim sebagai anggota SNKB (Serikat Nelayan Kecamatan Bantan) yang merasa dianiaya akibat ketidakadilan. Ketidakadilan yang ditimbulkan karena jaring batu yang beroperasi itu, jelaslah kita lihat dari sarana tangkap baik berupa kapal dan jaring yang tidak berimbang dengan nelayan tradisional rawai serta waktu tangkap yang terus menerus. Jumlah nelayan tradisional rawai lebih banyak sebenarnya dari jumlah nelayan jaring batu.
Saat ini nelayan rawai yang terkena trauma
psikologis akibat konflik tak berkesudahan yang telah memakan banyak korban di kedua belah pihak. Perang terbuka antar nelayan ini telah terjadi sejak masa lalu dan mencapai klimaks di 2006 lalu sehingga menimbulkan reaksi penyelesaian bersama oleh komponen-komponen masyarakat riau baik Pemerintah baik lokal dan Pusat, kalangan LSM,tokoh masyarakat Riau, serta masyarakat pada umumnya. Betapa tidak mereka adalah sama-sama anak jati melayu Riau. Alasan dan tujuan perang tersebut memang berbeda. Pihak jaring batu merasa laut adalah milik bersama dan tidak dapat dikapling. Mereka dapat mengeruk hasilnya kapan saja mereka mau. Sedangkan nelayan tradisional rawai menganggap bahwa jaring batu melakukan penghabisan sumberdaya ikan yang ada di perairan mereka. Mereka menilai apa yang dilakukan jaring batu tidak bijak dan tidak memikirkan khalayak ramai yang menggantungkan nasib atas perairan tersebut. Saat ini adalah suatu keputusan yang bijak untuk menghentikan pertikaian tersebut.
Satu alasan yang sama bahwa mereka melaut untuk mencari nafkah bagi pemenuhan kebutuhan rumah tangganya. Tidak salah Tuhan menciptakan perairan yang kaya ikan. AKan tetapi manusia tamak tentu amat dimurka oleh Tuhan yang Maha Esa. Kita semua berharap tidak menjadi golongan manusia perusak yang digambarkan oleh Allah SWT : "bahwa telah nampaklah kerusakan di muka bumi ini baik di darat maupun di laut karena ulah tangan manusia". Kita berharap bahwa kita semua adalah golongan yang menjaga, memelihara dan memperbaiki alam ini sehingga tetap menjamin kelestariannya bagi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Kematian dan Kiamat pasti akan menjemput. Tetapi dunia ini adalah ladang amal sebelum masa yang menakutkan dimana manusia tidak akan peduli dengan permintaan tolong orang lain, manusia akan bermuka masam penuh kesah pada hari itu, masa dimana seorang ibu tidak ada lagi peduli terhadap anaknya. Saat akhir itu kan tiba.
Perbuatan baik ini harus menjadi budaya manusia yang bijak sebagai perlambang Khalifah/pemimpin di muka bumi ini. Bila berpijak pada penyebutan Nabi Muhammad SAW sebagai "rahmatan lil alamiien" bukan tidak mungkin kita adalah generasinya.
kebijakan ini memiliki arti penting bagi pihak nelayan rawai karena paling tidak ini dapat sebagai pembenaran bahwa tidak akan ada lagi jaring batu yang akan merusak pola penangkapan nelayan tradisional rawai dimana penerimaan kompensasi tersebut diikat dengan pernyataan yang bersifat hukum yang dapat menimbulkan sanksi bagi nelayan jaring batu tersebut.
Nelayan rawai pernah ditawari kompensasi ganti rugi modal usaha tapi mereka menolaknya, mengapa ?, karena khawatir itu malah sebagai pembayaran terhadap nelayan jaring batu yang akan tetap beroperasi di daerah mereka. Kebijakan penolakan ini adalah reaksi positif dan tanda bagi masyarakat yang berfikir dan demokrasi. Bagi mereka kelestarian alam lebih penting dari uang
yang kelak hanya kan menjadi sesuatu yang tidak ada harganya ketika barang semakin mahal, ikan semakin langka, sehingga tidak akan ada lagi sumber rezeki yang diberikan Tuhan atas mereka.
Bagi pemerintah Riau ini merupakan solusi yang bijak dan dapat mengurangi persaingan yang tidak adil yang kelak akan menjadi konflik terbuka. Kompensasi Ini pada saat ini dinilai sebagai jalan tengah serta peredam konflik juga pengganti atas hilangnya mata pencaharian nelayan jaring batu. Ini dapat sebagai bentuk aksi kepedulian ekonomi dan sosial.
Namun, tetap saja pemberian kompensasi tersebut kurang bermanfaat atau bahkan menjadi mudhorat apabila tidak diiringi dengan pemberdayaan. Pemberian kompensasi bagi masyarakat yang tidak berdaya sama dengan kemubaziran yang merupakan "langkah Setan" dalam pemborosan. Karena uang tersebut bukanlah sesuatu yang punya nilai guna apabila tidak dipergunakan pada tempatnya. Berapa banyak program baik dari pemerintah pusat dan daerah dan berapa banyak keberhasilannya?. Dana tersebut diharapkan tidak menjadi suatu kemubaziran di tengah terpuruknya moral bangsa kita ini. Mudah-mudahan kompensasi ini bukan berarti hutang yang mereka bayarkan ke tauke mereka. Biasanya keterikatan antara tauke dan nelayan adalah karena si tauke meminjamkan sejumlah uang kepada ABKnya.
Mengutip pernyataan kepala dinas perikanan dan kelautan kabupaten bengkalis H.Tarmizi Mahmud bahwa sejauh ini tidak ada masalah atau gejolak di lapangan rasanyanya kurang tepat. Pasca konflik masih terjadi teror menurut nelayan rawai tidak hanya dari proses hukum yang menurut mereka "momok menakutkan". Karena saat ini mereka bingung menentukan kawan ketika proses penegakan hukum tidak dirasakan adil bagi mereka. Penangkapan-penangkapan malah menimbulkan trauma. Tidak itu saja konfoi jaring batu yang Juni 2007 lalu terjadi di daerah pantai selat baru melakukan provokasi. Polairud dalam rangka penegakan hukum telah menembak seseorang di antara nelayan jaring batu. Ini karena nelayan tradisional rawai melaporkan kejadian tersebut dan tidak terpancing dengan provokasi. Membandelnya nelayan jaring batu itu bukan tanpa sebab, karena ada pemilik modal dan kebutuhan mereka terpenuhi olehnya.
Selain itu, belum lagi teror atas beberapa pengurus SNKB yang selalu diawasi dan setiap saat dapat menjadi sasaran penegak hukum. Gejolak itu walaupun laten patutlah dipikirkan seksama. Kalau tidak ada gejolak kenapa selalu ada pengawasan dan pengintaian atas mereka?. Padahal di sisi nelayan tradisional rawai mereka telah ketakutan atas peristiwa itu. Kalau bisa cukuplah sekali. Akan tetapi setakut-takut orang yang takut yang timbul adalah keberanian. Keberanian atas kebenaran.
Ketika yang mereka perjuangkan komunitas nelayan di tempatnya agar menjaga kelestariannya dengan tetap bertahan dengan alat tangkap sederhana. Ketika mereka memperjuangkan kearifan atas pemanfaatan sumberdaya perikanan mereka berhadapan dengan keserakahan, ketamakan yang disponsori oleh orang yang tidak melihat bahwa saat kematian dan kiamat akan tiba. Mereka yang tidak sadar bahwa hidup di dunia ini hanya sementara. Ladang amal malah mereka buat dengan ladang pelampiasan hawa nafsu sesaat yang penuh dengan keabstrakan. Begitukah sikap seorang ksatria atau khalifah yang menjadi rahmat bagi alam. Jauh panggang dari api. Nelayan rawai, Padahal tidak berdasar untuk diawasi mereka adalah orang biasa yang mencari nafkah. Seperti kita semua. Yang kita pun mungkin akan bersikap sama ketika daerah itu ladang pencaharian mereka "dijajah". Setidaknya kisah ini dapat membuka mata hati kita. bahwa masih banyak saudara-saudara kita anak jati melayu yang beranak pinak di tanahnya sendiri yang merasa terzalimi atas tindakan ketidakadilan ini.
Yang membedakan adalah pola pikir mereka agar alam tetap lestari. Apakah kita bersikap ksatria seperti mereka yang mencoba menyelamatkan alam ini.
Kita berdoa hendaknya orang-orang yang belum dibukakan pintu hidayah oleh Allah akan mendapatkan petunjuk di bulan puasa ini. Serta atas korban dari tragedi yang mereka tidak tau dan terjebak di kondisi seperti ini, karena kebenaran belum terungkap, agar mendapat ampunan dan tempat yang layak di sisi-Nya. Amiin.

andre,
Penulis adalah anggota Yayasan Laksana Samudera

Saturday, September 15, 2007

Tahniah Puasa Ramadhan 1428 H

Salam bahari...



Setitik Kasih membuat kita sayang..

Seucap kata membuat kita percaya..

Sekecil luka membuat kita kecewa..

tapi sebuah kata maaf di awal bulan ini..

membuat kita percaya bahwa ..

masih ada kasih sayang yang dapat menghapus kecewa

maka..

selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1428 H


Pengurus Yayasan Laksana Samudera Periode 2006-2010

mengucapkan

MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN


Wednesday, September 12, 2007

Sudah ditutup !!


Pelatihan Pemetaan untuk Mahasiswa Faperika Unri Sudah ditutup !!

Kesempatan Terbatas !

Laksana Samudera adakan pelatihan pemetaan bagi mahasiswa/i yang lulus seleksi administrasi di Kantor Yayasan Laksana Samudera Pekanbaru .

Tujuan

  • peserta dapat mengenal dan mengaplikasikan keterampilan dalam bidang pemetaan, digital menggunakan software arcview
  • Laksana samudera dapat turut berperan dalam meningkatkan sdm yang ada di Pekanbaru khususnya di Fakultas perikanan dan ilmu kelautan universitas riau
Sasaran
  • mempelajari teori pemetaan
  • mempelajari tool software arc view
  • melakukan digitasi
  • melayout peta

Tata cara pelaksanaan pelatihan
Pelatihan diperkirakan mulai dilaksanakan pada tanggal 13 September - 10 Oktober 2007 pada pukul 9.00 s/d 16.00 wib. Pelatihan akan dilaksanakan 3 hari setiap minggunya. Apabila listrik mati maka waktu pelatihan akan dipindahkan sesuai kesepakatan dengan instruktur.
Dalam pelatihan ini instruktur akan melakukan paparan, tanya jawab, dan praktek langsung

Pendaftaran
Pendaftaran dibuka mulai 6 September 2007 - 13 September 2007
Peserta dapat langsung datang ke Yayasan Laksana Samudera untuk mendaftar
dan menentukan waktu seleksi

Alamat:
Jalan Gelatik no.4 Kel. Kampung Melayu Kec.Sukajadi
Telp. 7050592 / 7748262
email : gerainfo@yahoo.com
url : http://baharumindabahari.blogspot.com/

Tuesday, September 11, 2007

Tiga Hari Penuh Makna di Desa Pambang

Pasca tsunami di kab. Aceh Jaya Propinsi Nangroe Aceh Darussalam masih menyisakan trauma yang dalam. Namun, kesedihan itu bukan untuk dipelihara. Bencana merupakan "tangan tuhan" untuk skenario baru. Kini Aceh telah mulai berbenah. Tidak hanya fisik namun juga moral. Betapa tidak mereka tercerai berai dan banyak kehilangan anggota keluarganya. Perlu upaya rekonstruksi moral, salah satunya untuk membangkitkan semangat kesatuan itu adalah dengan mengadakan kunjungan belajar ke Bengkalis-Riau.
Para Panglima Laot kab. Aceh Jaya mengadakan kunjungan belajar ke Dusun Kembar Desa Teluk Pambang kec. Bantan. Kunjungan ini diinisiasi oleh IRC (International Rescue Comission) bekerjasama dengan yayasan Laksana Samudera-Riau. Mereka ini mewakili lhok( teluk/kuala.red). Menurut M. Taufik Hidayat, SPi Koordinator Rombongan kunjungan belajar ini diagendakan 3 hari yaitu 7-10 September 2007 ke Koperasi, SNKB dan Konservasi mangrove. Panglima Laot ini berjumlah 16 orang yang mewakili tiap Lhok dan 1 panglima tingkat kabupaten di Kabupaten Aceh Jaya.
Kedatangan mereka adalah belajar tentang perkoperasian. Seperti yang diketahui bahwa KPPM (Koperasi Perikanan Pantai Madani ) yang berkiprah di Desa Teluk Pambang kec. Bantan merupakan koperasi peraih penghargaan di tingkat propinsi dan kabupaten untuk kategori produksi. Menurut Rusli Z, ketua KPPM. Yang utama dalam berkoperasi adalah niat kemauan serta kejujuran. Itulah bekal yang menurut Ishak yang menjadi manager Penampungan Ikan membawa KPPM tetap bertahan.
Motivasi dalam mendirikan koperasi adalah untuk kepentingan bersama. " Selama kita masih mengutamakan kebersamaan insyaAllah ada jalan keluarnya. Alangkah bagusnya kalau di kab.Aceh Jaya ada koperasi yang menaungi nelayan sehingga harga ikan dapat kita jamin. Apa lagi persaingan di sana tidak serumit di Bantan ini dimana ikan kami pernah ditolak tauke Cina karena mereka ingin menjatuhkan koperasi", tambah Ishak
Selain itu, mereka juga belajar tentang keorganisasian dari SNKB (Serikat Nelayan Kecamatan Bantan) yang beranggotakan 3000 orang aktif dan 7000 relawan baik ibu-ibu dan anak-anak.
"Betapa daerah bengkalis khususnya di kec. Bantan ini tidaklah cukup kaya dibandingkan daerah kami dengan hasil perikanan laut yang berlimpah. Namun dengan keterbatasan sumberdaya mereka mampu mengelolanya dengan bijak. Masalahnya adalah di daerah kami kurangnya sdm(sumber daya manusia.red) yang handal. Sehingga belum mampu mengelola sda secara baik. Kami memiliki banyak potensi tetapi kekurangan sdm. Kami memulai dari nol. Masalahnya mental kami telah "dirusak " oleh LSM. Kompetisi antar LSM dengan berbagai strateginya telah membuat kami menjadi ketergantungan.
Kami juga turut prihatin. Selain dengan keterbatasan sda(sumber daya Alam.red) itu masyarakat di Bantan juga seringkali berhadapan dengan jaring batu yang datang mengeruk habis sda laut yang ada. Tentu saja ini amat mengkhawatirkan. Apatah lagi pemerintah daerah yang kurang bijak dalam menangani masalah perseteruan ini. Nelayan bantan acap kali menjadi korban dari keangkuhan pemerintahnya. Memang ini berbeda sekali dengan Panglima Laut di Aceh yang secara struktural telah diakui oleh pemerintah dan bagian sejarah abad 14 silam di bawah kendali Sultan Iskandar Muda. Kami juga bermitra dengan pemerintah. " keluh Jumaidi,SAg, Panglima Laut Kabupaten Aceh Jaya.
Sedangkan bagi nelayan di kecamatan bantan kedatangan para panglima laot aceh ini seperti saudara mereka. Karena Aceh juga berjuang dalam menegakkan marwah daerahnya. Nelayan pambang menganggap perjuangan mereka dalam menegakkan marwah dan keadilan bagi daerah mereka belumlah usai. Perjuangan memang memakan korban dan konflik berdarah memang menimbulkan trauma berkepanjangan.
Bencana ini bagi nelayan bantan belum seberapa dari kedashyatan bencana tsunami yang mereka dengar langsung dari Tengku Husein yang juga panglima laut Lhok. Salah seorang saksi hidup dari kekejaman bencana tsunami. Kehilangan istri dan anak-anaknya hampir membuatnya hilang kesadaran. lebih separoh dari 4000 nelayan di kab. Aceh Jaya meninggal. Namun kesedihan tidak akan mereka telan sepanjang masa. Masih ada hari esok yang akan mereka songsong. Nelayan pambang hanya berharap agar tsunami tak menyerang desa mereka.
Nelayan Aceh juga turut memasuki daerah pembibitan dan budidaya bakau oleh kelompok konservasi mangrove Bumi Hijau. Lahan seluas sekitar 100 ha itu tampak menghijau luas. Sejauh mata memandang kita hanya melihat batang yang rapat. Sebagian bakau telah ditebang karena telah memasuki masa panen. Mereka berdiskusi di dalam hutan bakau yang terkenal dengan nyamuknya.
Usai dialog dengan koperasi dan SNKB acara perpisahan pun digelar dengan cukup meriah. Acara ini dihadiri 800-an masyarakat dari desa Teluk Pambang dan sekitarnya, juga dihadiri tokoh masyarakat juga kepala Dusun Kembar. Sajian tari dan rabbana pun berkumandang seakan menyambut kedatangan panglima laot ini. " Kami cukup terkesan atas sambutan ini dan tak menyangka akan ada sambutan seperti ini, bagi kami inilah awal kami dari pertemuan kita. Mudah-mudahan ada kelanjutan dari silaturahim ini", kata panglima laot kab. Aceh Jaya. dree