Pasca tsunami di kab. Aceh Jaya Propinsi Nangroe Aceh Darussalam masih menyisakan trauma yang dalam. Namun, kesedihan itu bukan untuk dipelihara. Bencana merupakan "tangan tuhan" untuk skenario baru. Kini Aceh telah mulai berbenah. Tidak hanya fisik namun juga moral. Betapa tidak mereka tercerai berai dan banyak kehilangan anggota keluarganya. Perlu upaya rekonstruksi moral, salah satunya untuk membangkitkan semangat kesatuan itu adalah dengan mengadakan kunjungan belajar ke Bengkalis-Riau.
Para Panglima Laot kab. Aceh Jaya mengadakan kunjungan belajar ke Dusun Kembar Desa Teluk Pambang kec. Bantan. Kunjungan ini diinisiasi oleh IRC (International Rescue Comission) bekerjasama dengan yayasan Laksana Samudera-Riau. Mereka ini mewakili lhok( teluk/kuala.red). Menurut M. Taufik Hidayat, SPi Koordinator Rombongan kunjungan belajar ini diagendakan 3 hari yaitu 7-10 September 2007 ke Koperasi, SNKB dan Konservasi mangrove. Panglima Laot ini berjumlah 16 orang yang mewakili tiap Lhok dan 1 panglima tingkat kabupaten di Kabupaten Aceh Jaya.
Kedatangan mereka adalah belajar tentang perkoperasian. Seperti yang diketahui bahwa KPPM (Koperasi Perikanan Pantai Madani ) yang berkiprah di Desa Teluk Pambang kec. Bantan merupakan koperasi peraih penghargaan di tingkat propinsi dan kabupaten untuk kategori produksi. Menurut Rusli Z, ketua KPPM. Yang utama dalam berkoperasi adalah niat kemauan serta kejujuran. Itulah bekal yang menurut Ishak yang menjadi manager Penampungan Ikan membawa KPPM tetap bertahan.
Motivasi dalam mendirikan koperasi adalah untuk kepentingan bersama. " Selama kita masih mengutamakan kebersamaan insyaAllah ada jalan keluarnya. Alangkah bagusnya kalau di kab.Aceh Jaya ada koperasi yang menaungi nelayan sehingga harga ikan dapat kita jamin. Apa lagi persaingan di sana tidak serumit di Bantan ini dimana ikan kami pernah ditolak tauke Cina karena mereka ingin menjatuhkan koperasi", tambah Ishak
Selain itu, mereka juga belajar tentang keorganisasian dari SNKB (Serikat Nelayan Kecamatan Bantan) yang beranggotakan 3000 orang aktif dan 7000 relawan baik ibu-ibu dan anak-anak.
"Betapa daerah bengkalis khususnya di kec. Bantan ini tidaklah cukup kaya dibandingkan daerah kami dengan hasil perikanan laut yang berlimpah. Namun dengan keterbatasan sumberdaya mereka mampu mengelolanya dengan bijak. Masalahnya adalah di daerah kami kurangnya sdm(sumber daya manusia.red) yang handal. Sehingga belum mampu mengelola sda secara baik. Kami memiliki banyak potensi tetapi kekurangan sdm. Kami memulai dari nol. Masalahnya mental kami telah "dirusak " oleh LSM. Kompetisi antar LSM dengan berbagai strateginya telah membuat kami menjadi ketergantungan.
Kami juga turut prihatin. Selain dengan keterbatasan sda(sumber daya Alam.red) itu masyarakat di Bantan juga seringkali berhadapan dengan jaring batu yang datang mengeruk habis sda laut yang ada. Tentu saja ini amat mengkhawatirkan. Apatah lagi pemerintah daerah yang kurang bijak dalam menangani masalah perseteruan ini. Nelayan bantan acap kali menjadi korban dari keangkuhan pemerintahnya. Memang ini berbeda sekali dengan Panglima Laut di Aceh yang secara struktural telah diakui oleh pemerintah dan bagian sejarah abad 14 silam di bawah kendali Sultan Iskandar Muda. Kami juga bermitra dengan pemerintah. " keluh Jumaidi,SAg, Panglima Laut Kabupaten Aceh Jaya.
Sedangkan bagi nelayan di kecamatan bantan kedatangan para panglima laot aceh ini seperti saudara mereka. Karena Aceh juga berjuang dalam menegakkan marwah daerahnya. Nelayan pambang menganggap perjuangan mereka dalam menegakkan marwah dan keadilan bagi daerah mereka belumlah usai. Perjuangan memang memakan korban dan konflik berdarah memang menimbulkan trauma berkepanjangan.
Bencana ini bagi nelayan bantan belum seberapa dari kedashyatan bencana tsunami yang mereka dengar langsung dari Tengku Husein yang juga panglima laut Lhok. Salah seorang saksi hidup dari kekejaman bencana tsunami. Kehilangan istri dan anak-anaknya hampir membuatnya hilang kesadaran. lebih separoh dari 4000 nelayan di kab. Aceh Jaya meninggal. Namun kesedihan tidak akan mereka telan sepanjang masa. Masih ada hari esok yang akan mereka songsong. Nelayan pambang hanya berharap agar tsunami tak menyerang desa mereka.
Nelayan Aceh juga turut memasuki daerah pembibitan dan budidaya bakau oleh kelompok konservasi mangrove Bumi Hijau. Lahan seluas sekitar 100 ha itu tampak menghijau luas. Sejauh mata memandang kita hanya melihat batang yang rapat. Sebagian bakau telah ditebang karena telah memasuki masa panen. Mereka berdiskusi di dalam hutan bakau yang terkenal dengan nyamuknya.
Usai dialog dengan koperasi dan SNKB acara perpisahan pun digelar dengan cukup meriah. Acara ini dihadiri 800-an masyarakat dari desa Teluk Pambang dan sekitarnya, juga dihadiri tokoh masyarakat juga kepala Dusun Kembar. Sajian tari dan rabbana pun berkumandang seakan menyambut kedatangan panglima laot ini. " Kami cukup terkesan atas sambutan ini dan tak menyangka akan ada sambutan seperti ini, bagi kami inilah awal kami dari pertemuan kita. Mudah-mudahan ada kelanjutan dari silaturahim ini", kata panglima laot kab. Aceh Jaya. dree
Tuesday, September 11, 2007
Tiga Hari Penuh Makna di Desa Pambang
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment